KEBAYA NASIONAL
A. Sejarah Kebaya
Kebaya terus berevolusi seiring dengan berkembangnya zaman. Menurut sejarahnya, awal mula kebaya yakni pada abad ke-15 Masehi, yang mana pada saat itu kebaya merupakan busana perempuan Indonesia, terutama perempuan Jawa, yang berupa atasan yang dikenakan bersama dengan kain.
Menurut Ferry Setiawan, seorang perancang busana, pada tahun 1940 an, kebaya pernah dipilih oleh Presiden Soekarno sebagai kostum nasional. Pada saat itu kebaya dianggap sebagai busana tradisional perempuan Indonesia. Kebaya juga pernah menjadi lambang emansipasi perempuan Indonesia, sehubungan dengan pakaian yang dikenakan oleh tokoh kebangkitan perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Sehingga pada tanggal 21 April setiap tahunnya, para siswi, remaja putri, dan para ibu yang tampil dengan mengenakan busana tradisional, di antaranya adalah busana kebaya.
Menurut Ria Pentasari, penulis buku Chic in Kebaya, asal muasal kebaya erat hubungannya dengan bangsa Arab, Tiongkok dan Portugis, karena kata kebaya dianggap berasal dari ketiga bangsa tersebut. Seorang sejarawan, Denys Lombard menulis dalam bukunya Nusa Jawa: Silang Budaya(1996) bahwa kata kebaya berasal dari bahasa Arab ‘kaba’ yang artinya pakaian, yang hingga saat ini istilah abaya juga masih digunakan untuk pakaian tunik panjang khas Arab.
Sedang pendapat yang lain menyatakan bahwa kebaya dibawa oleh orang Portugis di Malaka. Tidak hanya dikenakan oleh perempuan Melayu, tapi juga dikenakan oleh perempuan Cina peranakan. Namun kebaya yang dikenakan oleh perempuan Cina peranakan ini sedikit berbeda potongan dan cara memakainya, yang kemudian kebaya ini dikenal dengan nama kebaya encim.
Ada juga yang mencatat bahwa kebaya berkaitan erat dengan pakaian panjang wanita pada masa kekaisaran Ming di Tiongkok. Gaya ini pengaruhnya kemudian menyebar ke Asia Selatan dan Tenggara sekitar abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi melalui penyebaran penduduk dataran Tiongkok. Lalu menyebar pula ke Malaka , Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi.
Perkembangan kebaya erat pula kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Indonesia sekitar abad ke-15 Maasehi, terlihat pada perkembangan kerajaan-kerajaan Jawa kuno ke masa Kesultanan atau Kerajaan Islam di pulau Jawa. Pada tahun 1600, kebaya secara resmi dikenakan oleh keluarga kerajaan, hal ini ditunjukkan dalam dokumentasi lama Kerajaan Islam Cirebon, Surakarta maupun Yogyakarta.
Pada masa penjajahan Belanda, kebaya dikelompokkan berdasarkan kelas sosialnya. Keluarga keraton dan para bangsawan mengenakan kebaya dari bahan sutera, beludru atau brokat. Sedang perempuan Belanda atau keturunan Indo mengenakan kebaya berbahan katun dengan potongan lebih pendek. Adapun orang Eropa pada saat itu di Indonesia mengenakan kebaya dari katun halus dengan hiasan brokat di pinggir. Dan rakyat biasa menggunakan kebaya dari katun atau tenun yang murah, demikian menurut Ferry Setiawan.
Pada abad ke-19, kebaya dikenakan oleh semua kelas sosial sehari-harinya, baik perempuan Jawa maupun peranakan Belanda. Bahkan kebaya sempat menjadi busana wajib bagi perempuan Belanda yang hijrah ke Indonesia pada saat itu.
Pada pertengahan abad ke-18, ada dua jenis kebaya yang banyak dikenakan masyarakat:
- Kebaya Encim, yaitu kebaya yang dikenakan oleh perempuan Cina peranakan di Indonesia.
- Kebaya Putu Baru, yaitu kebaya bergaya tunik pendek yang berwarna-warni dengan motif cantik.
Sejarah mencatat bahwa kebaya sempat naik dan turun pamornya sejak awal keberadaannya di Indonesia. Setelah kebaya meluas tidak hanya dikenakan oleh perempuan Indonesia, tapi pada masa penjajahan Belanda kebaya juga dikenakan oleh para bangsawan, perempuan Belanda, dan juga orang-orang keturunan Eropa yang pada saat itu tinggal di Indonesia.
Dengan bermulanya penjajahan Jepang di Indonesia, kebaya mengalami penurunan disebabkan oleh kondisi sosial yang kurang bersahabat. Sehingga jumlah pembuatan kebaya turun drastis karena jalur perdagangan tekstil pada waktu itu terputus. Apalagi saat itu kebaya diasosiasikan sebagai pakaian yang dikenakan oleh perempuan Indo yang ditahan dan perempuan pekerja paksa.
Menurut Ferry Setiawan, pada era kemerdekaan bangsa Indonesia, kebaya kembali naik popularitasnya sebagai busana nasional perempuan Indonesia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebaya kembali mengalami penurunan popularitas. Hal ini disebabkan oleh usaha pemerintah saat itu untuk menghapuskan kebiasaan yang ada pada masa pemerintahan Presiden Soekarno atau Orde Lama, yang menyatakan bahwa kebaya merupakan busana nasional perempuan Indonesia. Pada masa Orde Baru, perempuan pekerja tidak diperkenankan untuk mengenakan kebaya. Kebaya hanya boleh dikenakan pada acara teretentu oleh Organisasi Perempuan Dharma Wanita.
Pada tahun 1970-an, kiblat dunia mode Indonesia berpaling ke Eropa dan Amerika Serikat karena pengaruh budaya popnya mengalir deras dan kuat. Sehingga pada saat itu kebaya dianggap ketinggalan zaman, dan mulai ditinggalkan dan hanya dikenakan pada acara resmi atau pada acara resepsi.
Namun lagi-lagi kebaya mampu meraih kembali masa gemilangnya di tahun 1990. Hal ini tidak terlepas dari usaha tangan-tangan kreatif para perancang busana pada saat itu. Para perancang mampu memodifikasi kebaya menjadi lebih unik dan beragam dengan menghadirkan keanggunan modern. Sebut saja perancang busana Dhea Panggabean, Anne Avantie, Amy Atmanto dan perancang busana lainnya yang mampu merancang kebaya gaya masa kini yang mulai biasa disebut ‘kebaya pesta’.
B. Kebaya Masa Kini: Kebaya Modifikasi
Kebaya masa kini telah berkembang pesat dan semakin banyak peminatnya, tidak hanya dikenakan oleh kaum ibu, tapi juga mulai diminati oleh perempuan muda di negeri ini. Ibu-ibu yang memasuki usia senja kebanyakan masih menggunakan kebaya klasik sehari-harinya. Namun kebaya di kalangan umum saat ini, banyak dikenakan oleh perempuan Indonesia pada acara-acara resmi, seperti wisuda, acara pernikahan, upacara adat dan momen Lebaran. Yang menjadi pembeda, biasanya untuk acara wisuda dan upacara adat, kebaya didesain sesederhana mungkin tidak seperti desain kebaya pengantin. Sedang untuk momen Lebaran, kebaya dirancang sesuai dengan model busana mmuslim yang tidak menampakkan lekuk tubuh dan bagian krahnya dibuat lebih tinggi.
Kebaya hasil tangan para perancang busana mampu menyulap kebaya menjadi busana yang semakin memancarkan pesona keanggunan perempuan Indonesia. Semakin banyak variasi berkebaya saat ini, mulai dari penyesuaian bahan, desain dan aksesorinya. Sehingga kebaya menjadi busana yang glamour di tengah suasana pesta.
Sebelumnya kebaya terbuat dari tenunan serat alami, katun halus atau sutera, namun kini banyak bahan alternatif lainnya yang bisa disesuaikan dengan keinginan pemakai. Ditambahkannya aksesori seperti beads, payet, pita, hingga border semakin mempercantik tampilan kebaya. Kini, kebaya tidak melulu pada potongannya yang pendek atau hanya mencapai lutut, tetapi juga dapat didesain panjang menutupi mata kaki atau menjuntai panjang seperti potongan gamis busana muslim dengan tanpa mengurangi pesona keanggunan kebaya. Dengan desain kebaya yang panjang, maka para perempuan muslimah tidak perlu canggung untuk mengenakannya. Dan tidak pula terbatas pada pemakaian jilbab saat mengenakan kebaya tersebut.
Kebaya yang anggun dan penuh pesona tidak luput dari selera dan padu padan bahan dan warna dengan bentuk tubuh. Karena jika salah dalam pemilihan bahan dan desain yang tidak sesuai dengan bentuk tubuh akan menciptakan tampilan yang semakin aneh dan tidak sedap dipandang mata, bahkan akan tidak nyaman saat dikenakan.
Warna kebaya sangat banyak dan seakan tanpa batas. Penyesuaian warna juga berperan dalam keidealan bentuk tubuh dan penyesuaian acara yang akan dihadiri. Saat siang hari, mengenakan kebaya dengan warna soft akan terlihat lebih segar dan anggun. Pemilihan warna gelap baik digunakan oleh tubuh yang gemuk, karena kesan gelapnya akan menyamarkan bentuk tubuh yang gemuk. Dan warna gelap ini baiknya dihindari oleh si tubuh kurus.
Kini kebaya tidak hanya dikenakan bersama dengan kain, tetapi juga dapat dikenakan dengan celana atau rok. Perpaduan kebaya dengan kain songket semakin menguatkan citra tradisional kebaya. Agar tampak lebih bersahaja sebagai wanita yang matang, pada acara-acara resmi kebanyakan para ibu mengenakan selendang sebagai aksesori.
Modifikasi lain yang mampu menghadirkan pesona keanggunan modern adalah permainan desain lengan. Jika dulu desain lengan hanya panjang lurus, kini kita dapat menyesuaikannya dengan keinginan kita, misal bagi perempuan modern di perkotaan atau bagi perempuan yang suka bermain desain, kebaya model kemben akan terlihat anggun dan lebih glamour. Sedang kebaya lengan panjang untuk perempuan muslimah bisa diaplikasikan dengan desain yang lebih beragam, contohnya untuk orang gemuk baiknya menghindari model lengan terompet atau yang menggelembung karena akan menimbulkan kesan ukuran lengan yang lebih besar. Sebaliknya, untuk orang kurus, model lengan dengan lipatan-lipatan akan menampilkan kesan lengan yang lebih berisi.
Tak kalah beragam dengan desain lengan, desain bagian leher atau biasa disebut ‘krah’ juga bervariasi, seperti krah rendah, krah tinggi dengan atau tanpa kancing, krah terbuka yang menampakkan bentuk pundak, kerah lipat dan macam-macam modifikasi lainnya yang bisa kita padu-padankan antara kebutuhan dan keinginan kita.
Dalam berbusana resmi tidaklah mungkin terlepas dari yang namanya alas kaki. Dalam berbusana kebaya, pemilihan alas kaki harus lebih diperhatikan. Pemilihan warna alas kaki haruslah disesuaikan dengan warna kebaya. Sandal high heels dan selop terbukti paling banyak dikenakan bersama dengan kebaya.. Sejak dulu, pemakaian busana kebaya disertai dengan tas. Namun saat ini pilihan tas semakin beragam. Adapula yang merancang khusus satu paket antara tas dan alas kakinya, bahkan beserta kebayanya.
Jika dulu bros dikenakan karena belum adanya kancing, tapi sekarang pemakaian bros juga untuk mempercantik tampilan dalam berkebaya. Saat ini bros lebih bervariasi bentuk, ukuran dan warnanya.