Beginilah Nasib Petani Rumput Laut Nusa Penida
Oleh Luh De Suriyani & Anton Muhajir, Bali | Mongabay
Bali, boleh tersohor karena aktivitas
turis seperti berjemur atau diving, namun para petani rumput laut juga
punya hak atas pemanfaatan pesisir.
Bali satu dari sembilan provinsi penghasil rumput laut di Indonesia.
Rumput laut dibudidayakan di tiga pulau di tenggara Bali, yakni Nusa
Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan. Semua ada di Kecamatan Nusa
Penida, Kabupaten Klungkung.
Selain sumber pendapatan warga, lahan-lahan dan kegiatan petani
rumput laut mempercantik ketiga pulau itu. Aktivitas memasang bibit,
mengayuh perahu, dan memanen merupakan pemandangan istimewa. Mereka
kerap menjadi foto ikonik di majalah jalan-jalan dengan latar sunset
atau sunrise.
Ironisnya, petani makin terdesak karena lahan budidaya dan
mengeringkan makin sedikit dan perubahan iklim. Sejak Juli, hingga kini,
hasil panen turun lebih 50% karena cuaca buruk. Angin kencang dan ombak
keras merusak lahan budidaya.“Hasil panen menurun drastis sampai 60%, cuaca buruk sejak Juli,”
kata I Ketut Jagra, petani kelompok Mertha Segara, Desa Semaya, Nusa
Penida.
Desa ini salah satu pusat budidaya rumput laut di Klungkung.
Biasa sekali panen, antara 25-35 hari, pria ini menghasilkan 400 kg
rumput laut kering atau siap jual ke pengepul. Kini hampir tiga bulan,
tiap panen hanya 150-200 kg.
Jagra mengatakan, rumput laut rontok terbawa arus karena gelombang
tinggi akhir-akhir ini. “Katanya cuaca buruk sampai bulan sebelas.”
Desa-desa pusat produksi rumput laut di Nusa Penida antara lain Desa
Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped, dan Toyapakeh. Desa lain yang
termasuk Nusa Penida tapi di Pulau Nusa Lembongan adalah Desa Jungut
Batu dan Lembongan.
I Nyoman Murta, kepala Desa Lembongan, mengatakan, di desanya sudah
berdiri sekitar 50 fasilitas akomodasi besar dan kecil, penghasilan
utama warga adalah rumput laut. “Lebih 90% sumber penghasilan rumput
laut. Sisanya, jadi pegawai hotel dan lain-lain.” Jika dijumlahkan,
dengan Desa Jungut Batu, katanya, akomodasi sekitar 150 unit, dari
hotel, penginapan, vila, dan lain-lain.
Menurut dia, petani mengeluhkan limbah dari akomodasi wisata yang
dibuang langsung ke laut lepas. “Baru saja 21 Agustus lalu kami
merapatkan dengan Bupati Klungkung untuk membina hotel agar tak buang
limbah sembarangan.”
Limbah merusak kualitas rumput laut bahkan mematikan. Ada limbah cair
domestik dan limbah padat seperti sampah. Murta menyebutkan, pernah ada
beberapa kasus petani harus pindah karena tergusur hotel.
Dari desa-desa ini, Nusa Penida menghasilkan dua jenis rumput laut
untuk konsumsi dunia yaitu catony dan spinosum. Dengan rata-rata luas
lahan petani 10-15 are, berdasarkan data Coral Triangle Centre (CTC),
total hasil panen rumput laut di Nusa Penida sekitar 40-50 ton per
sekali panen.
Menurut Wayan Sukadana, ketua Yayasan Nusa Penida, masalah terbesar
dihadapi petani cuaca ekstrim dan penanganan pascapanen serta
perlindungan alih fungsi lahan untuk pariwisata. Untuk itu, katanya, ada
tiga hal perlu dilakukan pemerintah dalam mendukung petani rumput laut
di Nusa Penida. Pertama membantu penanganan pascapanen. Selama
ini, petani rumput laut tidak pernah mendapat pelatihan penanganan
pascapanen. Petanipun masih menjemur secara tradisional. Mereka juga tak
bisa membuat para-para untuk menjemur karena tidak punya cukup modal.
Kedua, pemerintah sebaiknya membangun pabrik pengolahan
rumput laut di Nusa Penida. “Jika ada pabrik pengolahan, petani tak
perlu menjual ke Surabaya lewat tengkulak. Saya yakin harga akan lebih
tinggi.”
Ketiga, perlu komitmen pemerintah agar petani di Nusa Penida
tidak tergusur pariwisata. Pariwisata menjadi satu ancaman petani
rumput laut di sana dan sudah terjadi di Nusa Lembongan. Dampak
pembangunan hotel, vila, atau fasilitas pariwisata lain, petani rumput
laut di Nusa Lembongan tergusur.
“Selain karena lahan dipakai membangun fasilitas pariwisata, rumput
laut bisa tercemar limbah pariwisata hingga rusak. Jangan sampai hal
serupa terjadi di Nusa Penida,” ujar Sukadana.
Jika berkunjung dan memasuki desa-desa penghasil rumput laut di
kepulauan ini, bisa melihat kendala lain yakni lahan menjemur terbatas.
Jalanan desa sempit kerap menjadi area penjemuran selain di tepi pantai.
Kendaraan makin bertambah karena banyak wisatawan ke kawasan ini hingga
perlu pelebaran jalan dan penataan dini.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, total produksi rumput
laut tahun 2013 sebanyak 145.597 ton, atau naik satu persen dibandingkan
2012, sebesar 144.000 ton.
Harga rumput laut kering berbeda tergantung jenis. Rumput laut
spinosum—dikenal warga setempat dengan bulung–biasa Rp5.000 per kg
kering dua hari. Untuk catony atau bulung gondrong bisa sampai Rp15.000
per kg.
Kawasan konservasi perairan
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo meresmikan
kawasan Nusa Penida menjadi kawasan konservasi perairan (KKP) pada 9
Juni 2014.Perairan ini memiliki keragaman hayati tinggi, hampir 150
hektar terumbu karang dengan 296 jenis karang. Kawasan ini termasuk global triangle center dengan 576 jenis ikan, lima baru. Area ini menjadi cleaning station ikan mola-mola atau sunfish.
Penetapan KKP ini melalui proses panjang hingga keluar Keputusan
Bupati Klungkung mengenai pengesahan dokumen rencana pengelolaan jangka
panjang 20 tahun dan zonasi KKP Nusa Penida. Meliputi kawasan lebih 20
ribu hektar. Zona inti hampir 500 hektar, perikanan berkelanjutan hampir
17.000 hektar, dan budidaya rumput laut 464 hektar. Ada zona pariwisata
bahari 1.200 hektar, dan lain-lain.
Zona perikanan berkelanjutan secara teknis, misal, untuk penangkapan
ikan dengan alat dan cara ramah lingkungan, pariwisata, penelitian dan
pendidikan. Pada zona bahari khusus ditetapkan pukul 9.00-16.00. Mulai
416.00-09.00 jadi zona perikanan tradisional.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta meminta, kementerian juga
memperhatikan infrastruktur dan masalah lain sebagai tindak lanjut
penetapan KKP. Dia menargetkan, pertumbuhan kunjungan wisatawan
rata-rata 200.000 orang per tahun.
Nusa Penida merupakan pulau terpisah dari Bali daratan. Perjalanan ke
Nusa Penida bisa lewat beberapa jalur seperti dermaga Sanur di
Denpasar, Kusamba di Klungkung, atau pelabuhan Padang Bai di Karangasem.
Terpisah oleh Selat Badung di sisi tenggara Bali, pulau seluas 20.284
hektar, terluas dibanding Lembongan dan Ceningan ini seperti tenggelam
di antara gemerlap pariwisata Bali selatan.