Saatnya Persib Bandung Juara?
Pesepak bola Persebaya Surabaya, Alfin Tuasalamony (tiga kiri) dihadang pesepak bola Persib Bandung, Vladimir Vujovic …
Oleh: Yoga Cholandha
Sudah genap dua dasawarsa sejak Sang Pangeran Biru terakhir
kali merasakan nikmatnya menjadi juara Liga Indonesia. Untuk klub
sebesar Persib Bandung, penantian tersebut sebetulnya sudah terlalu lama
dan agak sulit ditolerir. Pelbagai upaya telah dikerahkan, termasuk
dengan mendatangkan pemain-pemain kelas satu Indonesia serta
pemain-pemain asing berkualitas, namun keberuntungan seperti tak kunjung
berpihak pada klub yang berdiri tahun 1933.
Musim ini, kesempatan tersebut terbuka lebar. Persib Bandung
kini sudah memijak empat besar Liga Super Indonesia setelah mampu keluar
menjadi juara Grup L pada 8 besar. Persib memuncaki grup dengan poin 13
poin setelah mampu memenangi dua laga kontra Mitra Kukar, satu laga
kontra Persebaya 2010, dan satu laga kontra tetangga mereka, Pelita
Bandung Raya. Persib hanya dua kali kehilangan angka, yakni ketika
ditahan imbang Persebaya 2010 serta kalah dari Pelita Bandung Raya pada pertandingan terakhir yang sudah tak menentukan lagi bagi mereka.
Pada partai semifinal nanti, Persib akan berhadapan dengan Arema Cronus yang menjadi runner-up
Grup K. Partai ini sudah dapat dipastikan akan berjalan alot mengingat
kekuatan kedua tim di atas kertas sangat berimbang. Meski begitu, jika
kita menilik hasil pertandingan wilayah Barat, Persib boleh lebih
diunggulkan, karena mereka unggul secara head-to-head atas Arema.
Pada pertandingan pertama di Stadion Si Jalak Harupat, Persib
berhasil menaklukkan Arema dengan skor 3-2. Ketika itu, tiga gol dari
Supardi, Firman Utina, dan Makan Konate berhasil membalikkan keunggulan
0-2 Arema pada babak pertama menjadi 3-2. Sementara itu, pada laga kedua
di Stadion Kanjuruhan, Persib harus puas berbagi angka dengan tim tuan
rumah. Ketika itu, dua gol Gustavo Lopez membuat keunggulan dua gol
Persib yang kesemuanya dicetak Ferdinand Sinaga menjadi tak berarti.
Pesepakbola Persib Bandung, Ferdinand Sinaga (kanan) berebut bola dengan pesepakbola Mitra Kukar, Reinaldo Lobo …
Selain faktor keunggulan head-to-head atas Arema (yang
sebetulnya relevansinya sangat rendah tersebut), ada empat faktor lain
yang membuat Persib Bandung layak difavoritkan untuk menjadi juara Liga
Super Indonesia musim ini. Pertama, skuat mereka yang tidak banyak
berganti dari musim ke musim. Kedua, soal transfer pemain yang tepat.
Ketiga, faktor Ferdinand Sinaga, dan terakhir, soal bagaimana para
pemain pelapis bisa bersinar di saat yang tepat.
Sebagian besar pemain kunci Persib Bandung sudah menjadi
penghuni klub setidaknya lebih dari dua musim. Nama-nama seperti I Made
Wirawan, Shahar Ginanjar, Supardi Nasir, Firman Utina, dan Muhammad
Ridwan sudah berada di Persib sejak tahun 2012. Sementara itu,
pemain-pemain seperti Tony Sucipto, Atep, dan Hariono bahkan sudah lebih
lama lagi berada di skuat Maung Bandung. Atep dan Hariono datang dari
Persija Jakarta dan Deltras Sidoarjo pada tahun 2008, sementara Toncip,
sapaan akrab Tony Sucipto, didaratkan dari Persija pada 2011.
Kebersamaan tim seperti ini boleh jadi merupakan hal yang masih
sedikit langka di liga Indonesia, mengingat kebanyakan tim masih
menggunakan sistem kontrak tahunan dan pembubaran tim pada akhir musim.
Hal ini merupakan modal penting tersendiri dalam mengarungi kompetisi.
Terbangunnya saling pengertian yang kuat, seperti yang kerap kita
saksikan pada duet Supardi – M. Ridwan di sisi kanan permainan Persib,
merupakan nilai tambah yang membuat Persib layak untuk dijagokan menjadi
juara Liga Super Indonesia.
Kemudian, pada awal musim, manajemen Persib memutuskan untuk
mendatangkan lima pemain anyar dalam diri Makan Konate, Djibril
Coulibaly, Vladimir Vujovic, Muhammad Taufiq, dan Ahmad Jufriyanto.
Empat dari lima pemain tersebut kemudian menjadi pemain-pemain kunci
yang diandalkan pelatih Jajang Nurjaman sepanjang musim. Djibril
Coulibaly, penyerang haus gol Barito Putra musim lalu, menjadi pemain
dengan nasib ‘terburuk’. Sempat diputus kontrak akibat cedera, Coulibaly
yang kemudian dikontrak kembali gagal memikat hati sang pelatih yang
akhirnya lebih suka memainkan Ferdinand Sinaga.
Makan Konate adalah gelandang box-to-box yang memiliki daya
jelajah tinggi, serta kemampuan mencetak gol yang mumpuni. Ia adalah
katalis serangan Persib yang mampu memberi tenaga serta elemen kejut
tersendiri bagi lini tengah serta lini depan Pangeran Biru. Hingga kini,
gelandang asal Mali sudah mencetak 12 gol. Catatan ini menjadikannya
sebagai gelandang tersubur Liga Super Indonesia musim ini.
Pesepakbola Persib Bandung, Makan Konate (10), dihadang oleh dua pesepakbola Pelita Bandung Raya (PBR), Kim Jefri …
Kemudian, duet Vladimir Vujovic dan Ahmad Jufriyanto seperti
menjadi solusi instan bagi pertahanan Persib yang sebelumnya seperti
sulit sekali menemukan perpaduan lini belakang yang pas. Baik Vujovic
maupun Jupe, sapaan akrab Ahmad Jufriyanto, adalah pemain-pemain modern
dengan kecerdasan taktikal tinggi yang mampu membaca arah permainan
dengan baik. Selain itu, kedua bek ini juga memiliki visi bermain yang
bagus sehingga memungkinkan Persib untuk membangun serangan dari lini
belakang dengan apik.
Vladimir Vujovic adalah pengganti yang sangat tepat untuk
Nasser Al-Sebai. Al-Sebai sebetulnya tidak buruk, namun, bek asal Syria
tersebut kurang mampu membangun serangan dari belakang. Hal itulah yang
kemudian dilengkapi Vujovic pada musim ini. Selain itu, kemampuan
bola-bola atas Vujovic, khususnya pada situasi set piece
membuatnya mampu menjadi alternatif serangan tersendiri. Sementara itu,
Jufriyanto yang awalnya diplot menjadi gelandang bertahan, dikenal
memiliki tendangan jarak jauh yang bagus. Kemampuan-kemampuan ekstra
seperti ini sangat memperkaya permainan Persib dan oleh karena itu,
mereka pun menjadi tak tergantikan.
Pesepakbola Persib Bandung, Atep (7) berebut bola dengan pesepakbola Persebaya Surabaya, Okzone (44) dalam lanjutan …
Pemain baru terakhir yang tampil brilian sepanjang musim adalah
Muhammad Taufiq. Tubuhnya kecil dan tidak mencerminkan sosok ideal
seorang gelandang bertahan, namun pemain kelahiran Tarakan, 28 tahun
silam, memiliki kecerdasan taktikal di atas rata-rata yang memungkinkan
dirinya untuk memainkan pertahanan zonal dengan sangat baik. Gaya
bermain pemain yang didatangkan dari Persebaya 1927 sedikit banyak
mengingatkan saya pada Leon Britton di Swansea City, karena selain bagus
dalam menjalankan pertahanan zonal, Taufiq juga memiliki kemampuan
distribusi bola yang mumpuni. Pemain bertinggi 164 cm ini adalah
pelengkap ideal bagi Hariono yang meski akurasi umpannya berkembang
pesat, tetap saja lebih berkarakter destroyer.
Faktor berikutnya adalah kemampuan para pemain pelapis untuk
tampil brilian tatkala para pemain kunci sedang absen atau menurun. Dua
contoh paling kentara adalah Atep dan Ferdinand Sinaga. Atep, meskipun
memiliki jabatan wakil kapten, bukan merupakan pemain inti Persib.
Penampilan apik M. Ridwan di sayap kanan memaksa pemain kelahiran
Cianjur ini merelakan posnya sebagai pemain inti. Namun, meski hanya
berstatus sebagai pelapis, Atep mampu menjalankan peran M. Ridwan dengan
sangat baik ketika pemain asal Semarang tersebut menunaikan ibadah haji
baru-baru ini.
Hal yang sama terjadi pada Ferdinand Sinaga, yang sekaligus
menjadi faktor keempat penampilan apik Persib musim ini. Dengan torehan
21 gol, Coulibaly adalah penantang serius Boaz Solossa dalam bursa
pencetak gol terbanyak Liga Super Indonesia musim lalu bersama Sergio
van Dijk. Namun, musim ini, kilau tersebut tak lagi terlihat akibat
cedera engkel akut yang menderanya pada awal musim. Coulibaly gagal
mengembalikan performanya seperti pada musim lalu. Ketidakberuntungan
Coulibaly ini menjadi berkah bagi Ferdinand. Pemain didikan Persib
junior ini justru mampu menjadi tumpuan lini depan Persib. Penampilan
apik Ferdinand tersebut juga akhirnya diteruskan di level timnas ketika
ia bersinar pada perhelatan Asian Games Incheon lalu.
Sebagai seorang penyerang, Ferdinand merupakan paket komplet.
Ia cepat, penuh tenaga, berdeterminasi tinggi, serta memiliki tendangan
kaki kiri yang keras dan akurat. Selain itu, Ferdinand juga lihai
bermain di pos penyerang tengah, maupun penyerang sayap. Mobilitas yang
tinggi ini membuat serangan Persib menjadi lebih cair dan memiliki
banyak opsi. Sampai saat ini, Ferdinand sudah mencetak 11 gol dan
menjadi pencetak gol terbanyak kedua Persib setelah Konate. Bandingkan
dengan Coulibaly yang hanya sanggup mengemas 8 gol. Gaya bermain serta
ketajaman Ferdinand inilah yang sanggup menjadi faktor pembeda bagi
Persib.
Dengan empat faktor yang telah dijabarkan di atas, tentu Persib
layak apabila disebut sebagai calon kuat juara Liga Super Indonesia.
Namun, itu semua akan tidak ada artinya apabila mereka gagal melewati
hadangan Arema Cronus. Musim ini seharusnya menjadi momentum yang sangat
pas bagi Maung Bandung. Hanya ada dua pertandingan yang memisahkan
Persib dari gelar juara Liga Super Indonesia. Kunci utamanya adalah
menjaga fokus dan menjaga moral skuat agar tetap tinggi. Dengan materi
pemain yang tak perlu dipertanyakan lagi, apabila Persib mampu menjaga
fokusnya, gelar juara takkan sekadar ‘milik kita tahun depan’ lagi. ( Yoga Cholandha)