Anak boleh banyak, risiko kesehatan tetap terjaga
Mayoritas
masyarakat Indonesia tentu masih ingat betapa gegap gempitanya gerakan
Keluarga Berencana (KB) di zaman Orde Baru. Rezim otoriter itu bahkan
menurunkan kekuatan militer untuk mendorong masyarakat, terutama
kelompok PNS/TNI/Polri yang telah berkeluarga untuk memakai kontrasepsi.
Semboyan
“dua anak cukup” sangat akrab di keseharian masyarakat kita. Anak
sedikit kemudian diidentikkan dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Dari segi kebutuhan dana pendidikan dan kesehatan, misalnya, akan
relatif lebih kecil dibandingkan dengan keluarga beranak lima orang.
Namun,
tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menganut prinsip banyak anak
banyak rezeki. Dus, alih-alih ikut program KB, mereka hepi-hepi saja
memiliki anak lebih dari dua.
Yang
menjadi persoalan, bagaimana dengan manajemen dana kesehatan keluarga
beranak lebih dari dua? Bagi keluarga PNS, masalah dana kesehatan
relatif tidak menjadi persoalan. Begitu juga bagi keluarga yang suami
atau istrinya bekerja di perusahaan dengan sistem jaminan kesehatan yang
memadai hingga anak lebih dari dua.
Dalam
kamus perencanaan keuangan yang sehat, dana kesehatan wajib ada. Risiko
kesehatan selalu mengintai, terlebih di tengah lingkungan hidup yang
kian polutif. Dalam perencanaan keuangan yang ideal, pengelolaan risiko
kesehatan tidak sekadar masalah pendanaan. “Tapi, meliputi juga upaya
pencegahan dengan menerapkan gaya hidup sehat, makan makanan bergizi,
ikut imunisasi, dan sebagainya,” kata Budi Raharjo, perencana keuangan
OneShildt Financial Planning.
Upaya
preventif kerap dilupakan oleh orang. Alhasil, acapkali orang terjebak
membeli banyak asuransi kesehatan namun menjalankan gaya hidup yang
tidak sehat.
Wajib punya asuransi?
Wajib punya asuransi?
Setelah
upaya pencegahan Anda lakukan, masalah ketersediaan dana untuk berobat
juga perlu dipikirkan. Budi menyebut, pengelolaan risiko kesehatan dari
sisi finansial bisa Anda tempuh melalui dua cara. Pertama, menyediakan
dana darurat khusus untuk masalah kesehatan keluarga. Kedua, melengkapi
proteksi kesehatan keluarga dengan asuransi kesehatan sesuai kebutuhan.
Ah,
ujung-ujungnya duit, dong? Mungkin begitu seloroh Anda. Tapi, mau
terima atau tidak, faktanya biaya sakit memang mahal di negeri ini.
“Sakit rawat jalan saja, biayanya bisa ratusan ribu rupiah, apalagi
kalau sampai opname di rumahsakit,” kata Diana Sandjaja, perencana
keuangan dari Tatadana Consulting. Dus, memiliki asuransi kesehatan
wajib hukumnya.
Nah,
jadi persoalan jika dalam keluarga beranak banyak, hanya dua atau tiga
anak saja yang ditanggung oleh pemberi kerja. Bagaimana dengan jaminan
kesehatan untuk anak keempat, kelima, dan seterusnya? Kebutuhan dana
darurat kesehatan maupun premi asuransi bisa-bisa melampaui kemampuan
kocek keluarga. “Jika anak tidak punya asuransi kesehatan dari
perusahaan, orangtuanya harus siap menjadi perusahaan asuransi bagi
anaknya itu,” ujar Diana.
Lantas,
bagaimana jurus yang bisa kita tempuh agar semua anak kita mendapatkan
jaminan kesehatan juga? Berikut saran dari para financial planner:
Dana darurat
Keuangan
yang sehat harus mengalokasikan sebagian penghasilan ke dalam pos dana
darurat. Tujuan utama pos ini adalah sebagai dana cadangan ketika
mendadak si pencari nafkah kehilangan pekerjaan.
Nah,
kalau Anda tidak punya askes untuk mengkaver risiko kesehatan
anak-anak, Diana menyarankan agar Anda mencadangkan dana darurat yang
terpisah dari dana darurat keluarga. “Besarnya relatif, tetapi minimal
bisa menutupi biaya perawatan, baik rawat inap dan rawat jalan untuk
penyakit yang umumnya diderita oleh anak-anak,” kata Diana. Penyakit
itu, misalnya tifus, demam berdarah, muntaber, atau infeksi saluran
pernapasan (ISPA).
Namun,
bagaimana jika penghasilan tidak bisa disisihkan untuk memenuhi porsi
dana darurat tersebut? Tak ada cara lain, Anda harus mulai langkah
penghematan pengeluaran sehingga perlahan bisa mengumpulkan dana darurat
keluarga hingga sesuai jumlah ideal.
Dana darurat bisa Anda tempatkan di tabungan, deposito, atau logam mulia.
Dana darurat bisa Anda tempatkan di tabungan, deposito, atau logam mulia.
Optimalkan BPJS
Mulai
tahun ini, masyarakat Indonesia bisa menikmati jaminan kesehatan
nasional melalui BPJS. “BPJS bisa mencukupi kebutuhan dasar asuransi
kesehatan,” ujar Diana.
Kabar
gembiranya, BPJS Kesehatan bisa melindungi keluarga hingga maksimal
lima anak! Persyaratannya, selama anak-anak Anda belum menikah dan tidak
punya penghasilan sendiri, berusia di bawah 21 tahun atau di bawah 25
tahun tapi tengah menempuh pendidikan formal. Bahkan BPJS juga memberi
perlindungan pada anak tiri dari perkawinan yang sah, juga anak angkat.
Budi
menambahkan, BPJS Kesehatan sejatinya telah cukup memadai sebagai
asuransi kesehatan keluarga. Ada banyak keunggulan BPJS yang bahkan
tidak dimiliki oleh asuransi kesehatan komersial, antara lain
pendaftaran BPJS terbilang mudah karena tidak mensyaratkan pre-existing
condition atau kondisi awal peserta. Banyak testimoni datang dari
masyarakat yang telah menikmati layanan BPJS Kesehatan menunjukkan,
kendati menjadi peserta ketika kondisi fisik sudah sakit, mereka tetap
dilayani. “Variasi layanannya juga banyak mulai kelas 3 hingga kelas 1,”
kata Budi.
Yang
menarik, BPJS Kesehatan juga memberikan layanan rawat jalan. Produk
asuransi kesehatan komersial jarang yang mengkaver hal ini. Kalaupun
ada, biasanya preminya sangat mahal.
Lalu,
berapa besar iuran BPJS Kesehatan? Jika Anda karyawan perusahaan
swasta, besar iuran mencapai 4,5% dari gaji atau upah per bulan dengan
pembagian 4% dibayar oleh pemberi kerja dan sisanya dibayar oleh pekerja
sendiri.
Sedang
iuran untuk keluarga tambahan si karyawan, terdiri dari anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran adalah 1% dari gaji
bulanan karyawan. Iuran untuk anggota keluarga tambahan itu dibayar
sendiri oleh karyawan.
Pilih askes tepat
Nah,
karena BPJS Kesehatan bersifat wajib, Anda sebagai warga negara
Indonesia diasumsikan telah dilindungi oleh jaminan kesehatan dari
pemerintah. Namun, boleh jadi Anda masih merasa kurang sreg dengan
sistem BPJS sehingga masih menimbang pembelian askes komersial untuk
meleng-kapi perlindungan kesehatan bagi anak-anak Anda.
Memang,
jika merujuk alur rujukan, peserta BPJS memang diarahkan untuk datang
ke puskesmas sebagai rujukan pertama. Pilihan rumahsakit juga terbatas
pada rumahsakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Begitu juga
pilihan kelas perawatan.
Kalau
kurang nyaman dengan itu, Anda masih bisa mengombinasikan layanan BPJS
dengan layanan askes komersial. “Kita bisa menambahkan dengan askes lain
yang memberlakukan asas coordination of benefit (COB) atau koordinasi
manfaat sesuai aturan BPJS,” kata Diana.
Hingga
Juni lalu, ada 30 perusahaan asuransi yang terlibat dalam kerjasama
COB, antara lain Avrist Insurance, Arthagraha General Insurance,
Asuransi Tafakul Keluarga, Asuransi Bina Dana Arta, Asuransi Jiwasraya
(Persero). Lalu, Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, Asuransi Jiwa Generali
Indonesia, AIA Financial, Asuransi Allianz Life Indonesia, dan
lain-lain.
Skema COB memungkinkan dua atau lebih penanggung (payer)
memberi pertanggungan pada orang yang sama untuk manfaat asuransi
kesehatan. Alhasil, Anda dimungkinkan untuk naik kelas perawatan,
berobat ke rumahsakit yang belum bekerjasama dengan BPJS, dan
sebagainya.
Untuk
memilih asuransi kesehatan yang tepat, jangan lupa perhatikan hal-hal
berikut. Pertama, pastikan produk tersebut bekerjasama dengan rumahsakit
provider yang sesuai dengan kebutuhan Anda. “Pilih yang biasa kita
kunjungi atau dekat dengan rumah,” kata Diana.
Kedua,
pilih manfaat di luar dari apa yang diberikan oleh BPJS. Misalnya,
fasilitas rawat inap kelas VIP atau di atasnya, memungkinkan berobat di
rumahsakit yang tidak ada fasilitas BPJS, dan sebagainya.
Ketiga,
pilih skema yang sesuai dengan kebutuhan. Mau yang cashplan (santunan
harian) atau hospital benefit? Skema santunan harian tidak melihat total
biaya Anda di rumahsakit. Asuransi hanya membayar sesuai jumlah hari
rawat inap dikalikan plafon yang Anda pilih. Sistemnya biasanyareimbursement.
Sedangkan, hospital benefit, kelebihannya adalah bisa cashless sehingga
Anda tidak perlu menalangi dulu biaya rawat inap dengan uang Anda.
Namun, apabila biaya perawatan melebihi jumlah plafon yang diberikan,
maka nasabah harus membayar kekurangannya.
Keempat,
pilih asuransi dengan tingkat premi sesuai kebutuhan. Acuannya, premi
asuransi sekitar 10%-15% dari pendapatan bulanan. “Pilih juga perusahaan
asuransi yang sehat,” imbuh Budi.
Kalau sudah terkaver semua, Anda sekeluarga juga bisa lebih tenang beraktivitas.
SUMBER: KONTAN)