Bangunan Bersejarah di Rute Jakarta Marathon 2014




Bangunan Bersejarah di Rute Jakarta Marathon 2014



Pagelaran lomba lari maraton di berbagai negara kerap menjadi ajang mempromosikan sejumlah lokasi wisata di negara itu. Tujuannya untuk menarik minat peserta lari dan wisatawan agar mengikuti sekaligus mengunjungi lokasi pelaksanaan lomba.

Begitu pula Mandiri Jakarta Marathon pada 26 Oktober 2014. Melalui lomba lari ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memperkenalkan pariwisata andalan Ibu Kota.

Peserta lomba lari bertajuk Festival City Marathon itu bakal melewati sekitar sembilan titik wisata Jakarta. Empat di antaranya merupakan bangunan peninggalan masa lalu yang masih terawat hingga kini. Seperti Kota Tua, Pasar Baru, Gedung Kesenian Jakarta, dan Balai Kota. Berikut profil empat ikon kota Jakarta itu, menurut penelusuran Plasadana.com untuk Yahoo Indonesia:

1. Kawasan Kota Tua
Satu lokasi wisata strategis di Jakarta yang selalu kebanjiran pelancong domestik dan wisatawan mancanegara adalah Kota Tua. Kawasan ini terhampar mulai dari wilayah pesisir di Pelabuhan Sunda Kelapa hingga ke pusat perekonomian, Glodok. Tapi kebanyakan masyarakat mengenalnya sebatas Museum Sejarah Jakarta dan Taman Fatahillah, inti dari kawasan itu.

Padahal selain kedua tempat tadi, Kota Tua juga memiliki Museum Wayang, Museum Keramik dan Seni Rupa, serta Gedung Kantor Pos Indonesia yang selalu ramai pengunjung. Tak hanya itu, bila berjalan ke arah selatan, ada Museum Bank Indonesia dan Museum Bank Mandiri yang terletak berdampingan.

Tak jauh dari sana, tepatnya di Jalan Melak Nomor 7-9, Roa Malaka, juga terselip Galeri Melaka. Dan mendekati pesisir, ada bangunan bersejarah Museum Bahari dan Menara Syahbandar.

Deretan bangunan kuno dari abad ke-18 itu memiliki magnet tersendiri bagi pengunjung yang penasaran dengan benda sejarah. Sebab setiap koleksi menyimpan kisah masa lalu Batavia yang menarik ditelusuri. Situs ini tak hanya cocok bagi para pecinta sejarah Jakarta. Juga pelancong yang sekadar ingin bersantai bersama kerabat sambil menikmati suasana dan aneka kuliner tradisional yang berjajar di sekitar gedung-gedung itu.

2. Pasar Baru
Pasar Baru merupakan kawasan perdagangan tertua di Jakarta. Lokasi berbelanja kaum elite ini dibangun pada 1820 ketika pemerintahan kolonial Belanda menguasai Batavia. Selain bisa membeli aneka tekstil, di Passer Baroe, para pelancong bisa menemukan beragam kebutuhan mulai dari pakaian, tas, kosmetik, sepatu, makanan, hingga barang elektronik. Ada juga toko servis kamera di ujung lorong, jika Anda memerlukan jasa mereka.

Meski telah mengalami pemugaran berulang kali, bangunan asli pasar di Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat itu masih nampak jelas. Terutama pada gerbang utama yang menjadi ciri utama pusat kegiatan bisnis itu.

Jika hendak memanjakan lidah, Anda juga bisa berkunjung ke tempat ini. Nasi rames dengan aneka lauk pauk menggoda bisa Anda lahap hanya dengan Rp20-25 ribu rupiah. Ada juga es sari salju, tahu gejrot, kerak telor, es podeng, kue ape, dan makanan tradisional lainnya.

3. Gedung Kesenian Jakarta
Gedung Kesenian Jakarta mempunyai kisah masa lampau dan masa kini yang mengesankan. Pada 1814, Gubernur Sir Stamford Raffles membangun gedung berkapasitas 250 orang itu sebagai tempat hiburan warga Inggris yang kala itu menetap di Batavia.

Setelah Inggris pergi, armada Negeri Kincir Angin yang datang kemudian, membangun Schouwburg atau gedung teater dalam bahasa Belanda, pada 1821. Schouwburg merupakan gedung teater bergaya arsitektur Roccoco dan Neo Yunani yang sangat popular kala itu. Selama lebih dari seratus tahun Schouwburg menjadi pusat pertunjukan kesenian di Batavia.

Setelah Indonesia merdeka, gedung itu digunakan untuk berbagai keperluan seperti sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP); kantor Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi dan Hukum; dan Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI). Lantaran kurang terawat, gedung megah itu disewakan untuk memutar film-film India dan Kung Fu.

Usai melewati masa sulit, Gubernur DKI Jakarta, R. Suprapto berinisiatif merenovasi gedung bersejarah itu agar bisa kembali menjadi pusat kegiatan seni. Rencananya itu terwujud pada 5 September 1987, dan berganti nama menjadi Gedung Kesenian Jakarta.

4. Balai Kota Jakarta
Sebelum menjadi Kantor Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, bangunan bersejarah di Jalan Merdeka Selatan No. 8 itu berfungsi sebagai pusat pemerintahan Batavia sekaligus kediaman wali kota. Namun setelah kediaman wali kota berdiri di Jalan Suropati, Jakarta Pusat, gedung itu pun sepenuhnya menjadi pusat pemerintahan kota.

Pada masa pemerintahan Wali Kota Soediro, kantor pemerintahan kota meluas dengan menambah gedung baru di sebelahnya. Pada 1961, ketika keluar Keputusan Presiden tentang penggantian sebutan Kota Praja Jakarta Raya menjadi Pemerintah DKl Jakarta, kepala pemerintahan otomatis dijabat oleh gubernur. Sejak saat itu, Gedung Balai Kota difungsikan sebagai kantor Pemerintah DKl Jakarta.

Di era pemerintahan Ali Sadikin, Balai Kota menjadi lebih luas dengan tambahan gedung baru berarsitektur modern. Fasilitas perkantoran pun lebih lengkap. Termasuk membangun gedung pemerintahan menghadap ke Jalan Kebon Sirih, kini menjadi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Sementara bagunan kuno peninggalan Belanda di sebelahnya, tetap dipertahankan.(
Fachrurozi)
Bagikan berita :
 
Supported by : Creating Website | MENOREH . Net - Media Partner
Copyright © 2013. Rino Boutique - All Rights Reserved
Created by News BUANA.Com
KONTAK REDAKSI