Waspada klinik abal-abal dan dokter palsu bertebaran di Jakarta
Banyak pepatah mengatakan
jika 'sehat itu mahal harganya'. Jika tak pintar menjaga kesehatan, seseorang
bisa terus-terusan berobat untuk menyembuhkan sakitnya.
Namun kini publik diminta berhati-hati, khususnya bagi masyarakat Jakarta. Sebab belakangan makin banyak bermunculan klinik atau rumah sakit. Jika salah pilih, bisa-bisa malah jadi korban malapraktik. Bukannya sembuh, malah tambah sakit.
Hingga kini Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah menutup sedikitnya dua klinik yang dianggap tak beres karena melakukan malapraktik.
Berikut rangkuman merdeka.com soal klinik abal-abal dan dokter palsu di Jakarta:
Namun kini publik diminta berhati-hati, khususnya bagi masyarakat Jakarta. Sebab belakangan makin banyak bermunculan klinik atau rumah sakit. Jika salah pilih, bisa-bisa malah jadi korban malapraktik. Bukannya sembuh, malah tambah sakit.
Hingga kini Dinas Kesehatan DKI Jakarta sudah menutup sedikitnya dua klinik yang dianggap tak beres karena melakukan malapraktik.
Berikut rangkuman merdeka.com soal klinik abal-abal dan dokter palsu di Jakarta:
{content-split}
Klinik Pratama Metropole
Beberapa waktu lalu, Sabtu (20/9), seorang wanita bernama Elda Defiana, mendatangi Polda Metro Jaya. Elda melaporkan malapraktik yang dilakukan pada dirinya di Klinik Metropole, Taman Sari, Jakarta Barat.
"Pada hari Sabtu 20 September, seorang bernama Elda Defiana melaporkan malapraktik yang dilakukan dokter di Klinik Metropole Jakarta Barat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Senin (22/9).
Rikwanto mengatakan, korban berobat ke klinik itu karena mengalami gangguan penyakit pada dirinya, namun pihak klinik mengatakan harus dilakukan operasi. Elda mengaku pada kepolisian menjalani operasi tanpa bius hingga pingsan.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami sejumlah kerugian materiil dan non materiil.
"Korban mengalami kerugian materiil Rp 25 juta, dan juga fisik karena sakit, serta psikis," ujar Rikwanto.
Menurut Rikwanto, Klinik Metropole itu baru buka praktik selama sembilan bulan dan sudah berani menjanjikan mampu mengobati berbagai penyakit. Pasien pun seolah-olah didiagnosa menderita suatu penyakit dan harus menjalani operasi.
"Setelah beberapa lama praktik, mereka berani menyebarkan brosur dan beriklan bahkan membuat website yang intinya sanggup mengobati beberapa penyakit dengan harga bersaing. Beberapa yang berobat ke sana, setelah beberapa kali pemeriksaan dan harus menjalani operasi, namun pada kenyataannya hanya seolah-olah operasi," terang dia.
Menurut Rikwanto, pasien yang dioperasi sebetulnya hanya dibius agar hilang kesadaran. Pasien pun sebelum menjalani operasi palsu dimintai sejumlah uang.
"Pasien dibius dan diinfus kurang lebih 30 menit, kemudian pasien dinyatakan sudah dioperasi dan boleh pulang. Namun sebelumnya harus membayar puluhan juta rupiah untuk biaya operasi, padahal belum tentu korban dioperasi sungguh-sungguh, hanya pura-pura saja," pungkas dia.
Kendati demikian, Polda Metro Jaya sendiri mengaku masih kesulitan untuk memeriksa dokter di klinik tersebut. Sebabnya, pemiliknya warga negara China dan tak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
"Ada satu dokter diduga kewarganegaraan asing. Penampilannya seperti China, tidak bisa berbahasa Indonesia dan Inggris," kata Kombes Pol Rikwanto di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Selasa (23/9).
Namun, Rikwanto menambahkan polisi masih akan memeriksa pengelola Klinik Metropole lebih dulu sebelum memanggil dokter diduga WNA itu. Hal itu guna mengetahui kejelasan jumlah dan asal dokter yang praktik di Klinik Metropole.
"Kita mau ketemu dokter ES nya dulu saja (penanggung jawab klinik). Dia akan menerangkan semuanya," terang dia.
Klinik Pratama Metropole
Beberapa waktu lalu, Sabtu (20/9), seorang wanita bernama Elda Defiana, mendatangi Polda Metro Jaya. Elda melaporkan malapraktik yang dilakukan pada dirinya di Klinik Metropole, Taman Sari, Jakarta Barat.
"Pada hari Sabtu 20 September, seorang bernama Elda Defiana melaporkan malapraktik yang dilakukan dokter di Klinik Metropole Jakarta Barat," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Senin (22/9).
Rikwanto mengatakan, korban berobat ke klinik itu karena mengalami gangguan penyakit pada dirinya, namun pihak klinik mengatakan harus dilakukan operasi. Elda mengaku pada kepolisian menjalani operasi tanpa bius hingga pingsan.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami sejumlah kerugian materiil dan non materiil.
"Korban mengalami kerugian materiil Rp 25 juta, dan juga fisik karena sakit, serta psikis," ujar Rikwanto.
Menurut Rikwanto, Klinik Metropole itu baru buka praktik selama sembilan bulan dan sudah berani menjanjikan mampu mengobati berbagai penyakit. Pasien pun seolah-olah didiagnosa menderita suatu penyakit dan harus menjalani operasi.
"Setelah beberapa lama praktik, mereka berani menyebarkan brosur dan beriklan bahkan membuat website yang intinya sanggup mengobati beberapa penyakit dengan harga bersaing. Beberapa yang berobat ke sana, setelah beberapa kali pemeriksaan dan harus menjalani operasi, namun pada kenyataannya hanya seolah-olah operasi," terang dia.
Menurut Rikwanto, pasien yang dioperasi sebetulnya hanya dibius agar hilang kesadaran. Pasien pun sebelum menjalani operasi palsu dimintai sejumlah uang.
"Pasien dibius dan diinfus kurang lebih 30 menit, kemudian pasien dinyatakan sudah dioperasi dan boleh pulang. Namun sebelumnya harus membayar puluhan juta rupiah untuk biaya operasi, padahal belum tentu korban dioperasi sungguh-sungguh, hanya pura-pura saja," pungkas dia.
Kendati demikian, Polda Metro Jaya sendiri mengaku masih kesulitan untuk memeriksa dokter di klinik tersebut. Sebabnya, pemiliknya warga negara China dan tak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia.
"Ada satu dokter diduga kewarganegaraan asing. Penampilannya seperti China, tidak bisa berbahasa Indonesia dan Inggris," kata Kombes Pol Rikwanto di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Selasa (23/9).
Namun, Rikwanto menambahkan polisi masih akan memeriksa pengelola Klinik Metropole lebih dulu sebelum memanggil dokter diduga WNA itu. Hal itu guna mengetahui kejelasan jumlah dan asal dokter yang praktik di Klinik Metropole.
"Kita mau ketemu dokter ES nya dulu saja (penanggung jawab klinik). Dia akan menerangkan semuanya," terang dia.
{content-split}
Sumber: Merdeka.com