2 Profesional Hebat Indonesia yang Meringkuk di Balik Jeruji Besi
Semangat mengungkap tindakan korupsi ini
akhirnya menyeret tiga profesional hebat Indonesia yang kasusnya masih
dipertanyakan meski vonis telah dijatuhkan.
Namun kadang fakta dan bukti yang dirasa
kuat tak menjamin tersangka dugaan kasus korupsi lepas dari jeratan hukum.
Alhasil, suka atau tidak suka, putusan hukum harus diterima dan dijalani.
Tak ketinggalan, dua profesional hebat
Tanah Air harus ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi yang dilimpahkan
padanya. Mereka adalah mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Hotasi
Nababan, mantan Direktur Indosat Mega Media (IM2) Indar
Atmanto.
Kasus keduanya sangat kontroversial
mengingat banyak bukti yang menunjukkan para profesional tersebut tak bersalah.
Bahkan banyak pakar hukum yang menilai masing-masing kasus tampak dipaksakan
untuk masuk ke ranah pidana.
Uniknya, vonis hukuman kurangan penjara
diketok oleh orang yang sama, Ketua Majelis Hakim tingkat kasasi Mahkamah Agung
(MA) Artijo Alkotsar. Meski banyak pembelaan yang datang pada kedua profesional
hebat ini, hukuman penjara tetap harus dijalankan.
Hingga saat ini, kasus yang membuat dua
pimpinan hebat perusahaan Indonesia ini masih menyimpan banyak tanda tanya.
Berikut kisah pidana tiga profesional hebat Indonesia seperti dikutip dari
berbagai sumber, Jumat (26/9/2014):
1. Hotasi Nababan
Mantan Direktur Utama PT Merpati
Nusantara Airlines Hotasi Nababan kini harus mendekam di penjara setelah dieksekusi
secara paksa di terminal C Bandara Soekarno-Hatta pada 22 Juli 2014.
Padahal pada Februari 2013 Majelis Hakim Tipikor PN Jakarta Pusat memutuskam
Hotasi tidak bersalah dan dinyatakan bebas murni.
Hotasi terbelit kasus hukum atas perkara
Security Deposit Sewa Pesawat Merpati pada Desember 2006 bersama Tony
Sudjiarto. Hotasi menceritakan perusahaannya telah ditipu dua penduduk Amerika
Serikat (AS) atas deposito tersebut.
Pada 2007, pemerintah AS bahkan telah
menggelar sidang gugatan Merpati atas perusahaan penyimpan depositonya
tersebut. Pengadilan tinggi AS meminta perusahaan mengembalikan uang Merpati
tapi ternyata pembayaran tak berjalan mulus.
Tapi belakangan, Hotasi justru
ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindakan korupsi atas kasus tersebut. Namun
setelah menjalani 25 sidang selama sembilan bulan, Majelis Hakim Tipikor PN
Jakarta Pusat telah memberikan putusan bebas murni (Vrijspraak).
Majelis juga berpendapat pembayaran
security deposit sudah dilakukan transparan, hati-hati, beritikad baik dan
tanpa ada konflik kepentingan.
Pada Maret 2014, dua orang tersangka
asal AS yang merupakan penipu Merpati telah berhasil dibekuk dan mengaku bersalah.
Dikuti dari situs resmi Federal Bureau of Investigation (FBI) AS, Jon C. Cooper
(64) dari Washington, DC, telah dijatuhi hukuman penjara selama 18 bulan untuk
satu dakwaaan penghindaran pajak terkait dengan kegagalannya melaporkan
pemasukan senilai lebih dari US$ 448 ribu yang diterimanya pada 2006.
Cooper mengaku bersalah atas dakwaan
Oktober 2013. Sebagai bagian dari pengakuan bersalahnya, Cooper mengakui bahwa,
di bulan Desember 2006, dirinya dan seorang terdakwa lainnya, Alan Messner,
menjerumuskan suatu perusahaan penerbangan Indonesia untuk membayar uang muka
sebesar US$ 1 juta untuk penyewaan dua pesawat terbang melalui rupa-rupa
kepura-puraan, representasi dan janji palsu dan tidak benar—termasuk
dokumen-dokumen tiruan dan palsu.
Cooper mengakui bahwa, setelah ia
menerima uang muka sejumlah 1 juta dollar, ia memindahkan dana sebesar US$
284.500 kepada Messner pada Desember 2006 dan Januari 2007.
Terang saja, Hotasi menolak eksekusi
kejaksaan terhadap dirinya pada akhir Juli lalu. Menurutnya, penangkapan
tersebut merukapan tindakan ilegal, tidak berdasar, abuse of power karena tidak
dapat ditemukan aturannya di kitab perundangan hukum acara pidana.
Sayangnya, Mahkamah Agung (MA) tetap
membatalkan putusan bebas yang dijatuhkan pengadilan tipikor Jakarta. Majelis
hakim tingkat kasasi MA yang dipimpin oleh Artijo Alkotsar ini memutuskan
Hotasi vonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada Mei 2014.
2. Indar Atmanto
Mantan Direktur Indosat Mega Media (IM2)
Indar Atmanto kini terpaksa harus menjalani hari-hari kelam di balik jeruji
besi. Perjuangannya mencari keadilan berakhir menyakitkan setelah Mahkamah
Agung menolak permohonan kasasinya.
Pria yang pernah menerima penghargaan
sebagai Wajib Pajak Patuh ini meringkuk di penjara karena kasus yang berawal
dari ekspansi IM2 untuk menyediakan layanan internet bergerak.
Kasus ini bergulir saat Indar melakukan
perjanjian kerja sama dengan PT Indosat untuk penggunaan bersama frekuensi 2,1
GHz selama periode 2006 sampai 2012. Penggunaan bersama frekuensi tersebut
menyebabkan PT IM2 tak membayar biaya pemakaian frekuensi tak ayal audit BPKP
menyebutkan negara telah dirugikan sekitar Rp 1,3 triliun.
Namun menurut President Director &
CEO Indosat Alexander Rusli bentuk kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai
dengan perundang-undangan, yakni Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi jo Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi jo pasal 5 Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM. 21/2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.
Atas kasus yang menimpa penerima
Penghargaan Satya Lencana Wira Karya Tahun 2010 ini, Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) memvonisnya dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200
juta. Indar yang merasa dirinya tidak bersalah mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi (PT) Jakarta.
Malang nasib Indar, alih-alih
dibebaskan, hukumannya justru bertambah berat. Di tingkat banding, Pengadilan
Tinggi Jakarta putusan itu pun menjadi 8 tahun penjara dan menghapus pidana
uang pengganti Rp 1,3 triliun. Atas vonis itu, baik jaksa maupun terdakwa
sama-sama mengajukan kasasi.
Lagi-lagi sang pencari keadilan ini
harus menelah kenyataan pahit setelah Mahkamah Agung menolak kasasinya.
Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya yang diketok pada 10 Juli 2014 lalu
tetap menghukum Indar selama 8 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider
kurungan enam bulan. Hakim juga menghukum PT IM2 untuk membayar uang pengganti
Rp1.358.343.346.670.
Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis
hakim bersama hakim MS Lumme dan Mohammad Askin yang memutuskan perkara nomor
787 K/PID.SUS/2014 tersebut. Putusan atas perkara tersebut disahkan pada 10
Juli 2014.
Indar akhirnya memasuki babak final
pencariannya terhadap keadilan dan harus meringkuk di penjara selama delapan
tahun. Dia dijemput
paksa tanpa pemberitahuan di Gedung Indosat pada 17 September 2014 dan
membuat banyak karyawan merasa kehilangan,
SUMBER: Liputan
6